Mengulang Romansa di Danau Toba
Mengulang Romansa di Danau Toba (dok.pri) Siapa sih, yang nggak tahu Danau Toba? Danau terbesar di Asia Tenggara dengan panjang 100 kil...
https://www.parentingid.com/2018/02/mengulang-romansa-di-danau-toba.html
Mengulang Romansa di Danau Toba (dok.pri) |
Tahun 2009 adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di tanah Sumatera dalam rangka mudik lebaran. Saya sendiri dari kecil ingin punya suami orang luar jawa. Alasannya sederhana saja, rasanya saya nggak akan bisa keluar pulau Jawa kalau bukan karena ikut suami. Hahaha... Allah memang Maha Baik, meski suami lahir di Semarang, namun seluruh keluarga besar mertua masih banyak berada di Tapanuli Selatan, tepatnya di Kabupaten Padangsidempuan. Jadilah saya bisa jalan-jalan ke Sumatera. Yippi...
Baca juga : Hiking di Gunung Sikunir Bersama Keluarga
Jalan-jalan ini bermakna harfiah, lho. Artinya setiap kami mudik ke Sumatera selalu melalui jalur darat, dengan mengendarai mobil yang memakan waktu sekitar 3 hari 2 malam. Sepanjang perjalanan, kami menyusuri lebih dari 10 Kabupaten di Pulau Sumatera, mulai Lampung hingga ke Provinsi Riau. Lelah sudah pasti, belum lagi menu masakan padang yang kami temui setiap hari. Kalau sudah begini, hanya mie instan yang mengerti kegundahan hati. Wkwkwk.. Tapi sebanding dengan keseruan yang di dapat, benar-benar tour de Sumatera! Kabar baiknya, saat ini sudah tersedia pesawat dari bandara Kualanamu, Medan menuju bandara kecil di dekat desa kami, yaitu Bandara Aek Godang, yang jaraknya tidak sampai 30 menit dari kampung.
Back to topic, tahun 2009 itulah kami sekeluarga menyempatkan diri mengunjungi Danau Toba di sela-sela liburan. Keputusan ke Danau Toba ini benar-benar mendadak dan di luar rencana, yang akhirnya membawa kami pada pengalaman 'penuh perjuangan' menuju Parapat, titik wisata terdekat dari Danau Toba. Perjalanan yang katanya hanya ditempuh 3 jam itu, nyatanya berubah menjadi 4 sampai 5 jam. Maklum saja, itu adalah pengalaman pertama bagi kami semua. Dengan bermodal GPS dan tanya-tanya, sampailah kami di Parapat pada sore hari.
Kebingungan kedua pun dimulai. Karena kami belum memesan penginapan, sementara saat itu sedang high season libur lebaran, jadilah kami keluar masuk penginapan, dari pintu ke pintu untuk mencari kamar yang masih kosong. Sempat istirahat makan di warung tepi pantai, kami kembali bergerilya. Menjelang maghrib barulah kami mendapatkan kamar seadanya. Masa iya harus balik lagi, hiks..
Selepas isya' kami berjalan-jalan ke pasar oleh-oleh sekitaran danau. Pasar ini cocok untuk membeli berbagai oleh-oleh murah meriah, seperti gantungan kunci, kaos Toba dengan bermacam tingkat kualitas, kain ulos, hingga aneka pajangan khas Toba Samosir.
Keesokan paginya, kami menyewa speed boat untuk berkeliling danau dan menuju Tomok, yang merupakan pusat konsentrasi turis di Pulau Samosir. Selain speed boat, ada juga kapal besar yang muat hingga ratusan orang dalam sekali angkut, tentunya dengan biaya lebih murah berkali lipat dibanding sewa speed boat. Terpaan angin segar yang beradu dengan kecepatan speed boat, serta pemandangan villa sepanjang danau nan asri dan bukit indah di lain sisi, menghadirkan desiran luar biasa takjub akan ciptaan Sang Kuasa.
Baca juga : Bukit Bintang, Surga Baru di Lereng Gunung Slamet
Oh iya, di sisi bukit Danau Toba terdapat batu gantung yang bentuknya menyerupai wanita tergantung dengan posisi terbalik. Menurut cerita pemilik speed boat, konon wanita itu bernama Seruni. Ia sedih karena hendak dijodohkan oleh kedua orang tuanya, sehingga memutuskan untuk menceburkan diri ke Danau Toba. Namun Seruni justru terperosok dan terhimpit batu yang merapat ke badannya (itulah kenapa wilayah ini bernama Parapat) hingga meninggal dalam keadaan tergantung.
Pulau Samosir sendiri masih dihuni oleh penduduk asli yang secara turun temurun menetap di sana. Para penduduk ini masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Para wisatawan yang menuju Pulau Samosir dipusatkan di Tomok, dimana terdapat Museum Batak, Obyek Wisata Budaya Sigale-Gale, Makam Raja-Raja Batak terdahulu hingga pusat oleh-oleh. Sangat dianjurkan untuk menggunakan jasa guide selama berkeliling, dari mereka lah kita jadi tahu filosofi warna merah-hitam-putih yang banyak digunakan pada kain ulos, cicak sebagai simbol Suku Batak dalam bertahan hidup, filosofi pembuatan rumah, hingga cerita para raja. Sayang, tahun 2009 saya belum ngeblog, jadi cerita itu menguap begitu saja. Hahahaha...
Saking terpesona dengan sejarah dan keindahannya, Danau Toba dan Pulau Samosir jadi salah satu tempat wisata impian di Indonesia yang ingin saya datangi kembali. Apalagi dulu baru ada si sulung yang berusia 1,5 tahun. Rasanya pantas untuk mengulang romansa di Danau Toba dengan personil lengkap dan usia anak-anak yang sudah cukup besar. Pasti akan lebih berkesan!
Special thanks to Mara dan Erina yang udah ngasih ide tema #ArisanBlogGandjelRel kali ini. Bersama tulisan ini terselip doa semoga bisa kembali ke Danau Toba dengan cerita dan pengalaman yang lebih seru.
Salam Hangat.
Baca juga : Hiking di Gunung Sikunir Bersama Keluarga
Jalan-jalan ini bermakna harfiah, lho. Artinya setiap kami mudik ke Sumatera selalu melalui jalur darat, dengan mengendarai mobil yang memakan waktu sekitar 3 hari 2 malam. Sepanjang perjalanan, kami menyusuri lebih dari 10 Kabupaten di Pulau Sumatera, mulai Lampung hingga ke Provinsi Riau. Lelah sudah pasti, belum lagi menu masakan padang yang kami temui setiap hari. Kalau sudah begini, hanya mie instan yang mengerti kegundahan hati. Wkwkwk.. Tapi sebanding dengan keseruan yang di dapat, benar-benar tour de Sumatera! Kabar baiknya, saat ini sudah tersedia pesawat dari bandara Kualanamu, Medan menuju bandara kecil di dekat desa kami, yaitu Bandara Aek Godang, yang jaraknya tidak sampai 30 menit dari kampung.
Perjalanan melintasi Selat Sunda selama 2 jam (dok.pri) |
Back to topic, tahun 2009 itulah kami sekeluarga menyempatkan diri mengunjungi Danau Toba di sela-sela liburan. Keputusan ke Danau Toba ini benar-benar mendadak dan di luar rencana, yang akhirnya membawa kami pada pengalaman 'penuh perjuangan' menuju Parapat, titik wisata terdekat dari Danau Toba. Perjalanan yang katanya hanya ditempuh 3 jam itu, nyatanya berubah menjadi 4 sampai 5 jam. Maklum saja, itu adalah pengalaman pertama bagi kami semua. Dengan bermodal GPS dan tanya-tanya, sampailah kami di Parapat pada sore hari.
Kebingungan kedua pun dimulai. Karena kami belum memesan penginapan, sementara saat itu sedang high season libur lebaran, jadilah kami keluar masuk penginapan, dari pintu ke pintu untuk mencari kamar yang masih kosong. Sempat istirahat makan di warung tepi pantai, kami kembali bergerilya. Menjelang maghrib barulah kami mendapatkan kamar seadanya. Masa iya harus balik lagi, hiks..
Pulau Tomok, gerbang wisata di Pulau Samosir (dok.pri) |
Selepas isya' kami berjalan-jalan ke pasar oleh-oleh sekitaran danau. Pasar ini cocok untuk membeli berbagai oleh-oleh murah meriah, seperti gantungan kunci, kaos Toba dengan bermacam tingkat kualitas, kain ulos, hingga aneka pajangan khas Toba Samosir.
Berforto ala Pengantin Batak (dok.pri) |
Keesokan paginya, kami menyewa speed boat untuk berkeliling danau dan menuju Tomok, yang merupakan pusat konsentrasi turis di Pulau Samosir. Selain speed boat, ada juga kapal besar yang muat hingga ratusan orang dalam sekali angkut, tentunya dengan biaya lebih murah berkali lipat dibanding sewa speed boat. Terpaan angin segar yang beradu dengan kecepatan speed boat, serta pemandangan villa sepanjang danau nan asri dan bukit indah di lain sisi, menghadirkan desiran luar biasa takjub akan ciptaan Sang Kuasa.
Baca juga : Bukit Bintang, Surga Baru di Lereng Gunung Slamet
Oh iya, di sisi bukit Danau Toba terdapat batu gantung yang bentuknya menyerupai wanita tergantung dengan posisi terbalik. Menurut cerita pemilik speed boat, konon wanita itu bernama Seruni. Ia sedih karena hendak dijodohkan oleh kedua orang tuanya, sehingga memutuskan untuk menceburkan diri ke Danau Toba. Namun Seruni justru terperosok dan terhimpit batu yang merapat ke badannya (itulah kenapa wilayah ini bernama Parapat) hingga meninggal dalam keadaan tergantung.
Pulau Samosir (dok.pri) |
Pulau Samosir sendiri masih dihuni oleh penduduk asli yang secara turun temurun menetap di sana. Para penduduk ini masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Para wisatawan yang menuju Pulau Samosir dipusatkan di Tomok, dimana terdapat Museum Batak, Obyek Wisata Budaya Sigale-Gale, Makam Raja-Raja Batak terdahulu hingga pusat oleh-oleh. Sangat dianjurkan untuk menggunakan jasa guide selama berkeliling, dari mereka lah kita jadi tahu filosofi warna merah-hitam-putih yang banyak digunakan pada kain ulos, cicak sebagai simbol Suku Batak dalam bertahan hidup, filosofi pembuatan rumah, hingga cerita para raja. Sayang, tahun 2009 saya belum ngeblog, jadi cerita itu menguap begitu saja. Hahahaha...
Area Pemakaman Raja-Raja Batak. (dok.pri) Patung tersebut merupakan gambaran wajah dari raja yang dimakamkan |
Saking terpesona dengan sejarah dan keindahannya, Danau Toba dan Pulau Samosir jadi salah satu tempat wisata impian di Indonesia yang ingin saya datangi kembali. Apalagi dulu baru ada si sulung yang berusia 1,5 tahun. Rasanya pantas untuk mengulang romansa di Danau Toba dengan personil lengkap dan usia anak-anak yang sudah cukup besar. Pasti akan lebih berkesan!
Special thanks to Mara dan Erina yang udah ngasih ide tema #ArisanBlogGandjelRel kali ini. Bersama tulisan ini terselip doa semoga bisa kembali ke Danau Toba dengan cerita dan pengalaman yang lebih seru.
Salam Hangat.
Asyik juga ya danau toba dan pulau samosir, wah jadi kepengen juga kesini 😀
ReplyDeleteHm...pengen juga nih ke Danau Toba.. Semoga kita bisa segera ke sana ya mbak.. Aamiin...
ReplyDeletekepingin bisa kesini mbak. tapi belum sempat sama waktunya suami. aahh, semoga bisa kesampaian kesini :)
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete